SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Pokok Bahasan : Menejemen Asuhan Kebidanan pada Calon pengantin
Sasaran : Calon pengantin
Narasumber : Wahyu Anjas Sari, SST.,M.Kes
Hari/Tanggal : …
Tempat dan Waktu : ……………………….
TUJUAN
TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan klien dapat memahami tentang tujuan pemeriksaan kesehatan pranikah dan pentingnya pemberian KIE mengenai kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
TUJUAN KHUSUS
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan klien mampu untuk :
Mengetahui tentang persiapan pranikah
Mengetahui tentang tujuan melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah
Sebagai tindakan pencegahan yang sangat efektif untuk mengatasi timbulnya penyakit keturunan dan penyakit berbahaya lain yang berpotensi menular serta untuk membendung penyebaran penyakit-penyakit menular yang berbahaya di tengah masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Sebagai upaya untuk menjamin lahirnya keturunan yang sehat dan berkualitas secara fisik dan mental. Sebab, dengan tes kesehatan ini akan diketahui secara dini tentang berbagai penyakit keturunan yang diderita oleh kedua calon mempelai.
Mengetahui tingkat kesuburan masing-masing calon mempelai dan memastikan tidak adanya berbagai kekurangan fisik maupun psikologis pada diri masing-masing calon mempelai yang dapat menghambat tercapainya tujuan-tujuan mulia pernikahan.
Memastikan tidak adanya penyakit-penyakit berbahaya yang mengancam keharmonisan dan keberlangsungan hidup kedua mempelai setelah pernikahan terjadi.
Sebagai upaya untuk memberikan jaminan tidak adanya bahaya yang mengancam kesehatan masing-masing mempelai yang akan ditimbulkan oleh persentuhan atau hubungan seksual di antara mereka.
Mengetahui tentang hasil pemeriksaan kesehatan
Mengetahui tentang cara mendeteksi adanya penyulit
Mengetahui tentang waktu yang tepat untuk menikah dan program hamil
SASARAN
Calon pengantin
JENIS PELAYANAN DAN TEMPAT PELAYANAN
Jenis Pelayanan dan Tempat Pelayanan
Pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual yang diberikan kepada pasangan calon pengantin adalah:
KIE kesehatan reproduksi dan seksual: penyuluhan, konseling
Pemeriksaan kesehatan: pemeriksaan fisik dan penunjang (jika diperlukan)
Imunisasi Tetanus Toxoid sesuai skrining status TT.
Pelaksanaan KIE dapat dilakukan di:
Puskesmas
KIE kesehatan reproduksi dan seksual dilakukan pada saat calon pengantin melakukan kunjungan untuk imunisasi TT. Untuk imunisasi TT, petugas kesehatan lebih dahulu menanyakan status imunisasi TT (skrining status T) kepada calon pengantin perempuan. Apabila calon pengantin sudah mendapat TT long life maka ia tidak wajib diberi imunisasi TT, tetapi apabila belum pernah mendapat imunisasi TT ataupun lupa, petugas wajib memberikan imunisasi TT.
Bidan Praktik Mandiri, Praktik dokter,dan Praktik Mandiri Perawat yang kompeten.
KUA/Gereja/Vihara/Parisada/Perkumpulan agama/masyarakat
KIE kesehatan reproduksi diberikan pada saat bimbingan rohani persiapan pernikahan. Setelah KIE, calon pengantin disarankan ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi TT. Pemeriksaan kesehatan, baik fisik maupun penunjang, serta pemberian imunisasi TT dilakukan di puskesmas. Sedangkan pemberian KIE kesehatan reproduksi dan seksual dapat diberikan kepada pasangan atau kelompok pasangan calon pengantin di luar fasilitas kesehatan (mis: Kantor Urusan Agama)
MATERI ENYULUHAN
Konsep dasar Pendidikan bagi Calon Pengantin
KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi Catin
Masalah-masalah kesehatan reproduksi
Macam-macam pemeriksaan kesehatan Pranikah
Hak-hak Reproduksi
Strategi Pelaksanaan Pendidikan Bagi Catin
METODE
Ceramah
Tanya Jawab
Demontrasi
Tahapan Pelaksanaan
Beberapa tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin:
Pembentukan fasilitator.
Pembentukan fasilitator bertujuan untuk menyiapkan petugas kesehatan pemberi pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin. Peserta dapat bidan, dokter, dokter gigi, perawat, SKM atau petugas kesehatan lain yang diberi orientasi tentang kesehatan reproduksi dan seksual sehingga selanjutnya dapat melakukan orientasi berjenjang pada tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan puskesmas.
Orientasi bagi petugas kesehatan
Orientasi diberikan kepada petugas kesehatan di puskesmas dan jajarannya agar mampu mengembangkan pelayanan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin di wilayah kerjanya. Untuk mencapai hasil yang optimal, dalam memberikan KIE kepada calon pengatin, materi dapat diberikan oleh beberapa orang petugas kesehatan (tim) sesuai kompetensinya.
Sosialisasi pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan stake holder terkait.
Sosialisasi pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan stakeholder sangat penting. Melalui kegiatan sosialisasi ini diharapkan semua unsur masyarakat dapat memberikan respon dan dukungan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin. Materi sosialisasi antara lain:
Apa itu pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin?
Tujuan pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin.
Manfaat adanya KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
Peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan stakeholder (terutama Kementerian Agama)
dalam mendukung pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
Persiapan Pelaksanaan
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin:
Melakukan koordinasi dengan KUA/BP4/Gereja/parisada/vihara setempat untuk memastikan adanya peran aktif dan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
Mempersiapkan tempat dan sarana pelaksanaan untuk KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin, misalnya di Puskesmas/Poskesdes/KUA/gereja/ parisada/vihara, dan lain-lain.
Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan, serta mempelajari materi yang akan disampaikan.
Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan pertemuan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin dilakukan sesuai kesepakatan antara petugas kesehatan dengan pihak KUA/ Gereja/parisada/vihara. Oleh karena itu perlu adanya kerja sama dengan lembaga/kelompok keagamaan setempat. Alur Pelaksanaan KIE calon pengantin adalah sebagai berikut:
Calon pengantin datang ke KUA/Gereja/parisada/vihara untuk mengurus pernikahannya.
Calon pengantin mengisi formulir N1, N2 dan N4 dari kelurahan/desa yang membawahi tempat tinggal calon pengantin.
Calon pengantin membawa surat pengantar yang diperoleh dari KUA/Gereja/parisada/vihara ke Puskesmas untuk mendapatkan surat keterangan sehat dan imunisasi TT (melalui skrining status T).
Di Puskesmas petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan,KIE kesehatan reproduksi
dan imunisasi TT bila diperlukan.
Calon pengantin kembali ke KUA/ Gereja/ parisada/ vihara dengan membawa surat
keterangan sehat dan status imunisasi TT.
KUA akan mencatatkan pernikahan pasangan pengantin yang telah menyerahkan formulir N1,
N2, N4, surat keterangan sehat dan imunisasi TT.
Untuk pasangan calon pengantin diluar agama Islam, pencatatan pernikahan, sesuai dengan
aturan masing-masing agama. Pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi bagi calon pengantin dapat dilihat pada bagan berikut:
Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Untuk memantau perkembangan dan hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Seluruh pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin dibuatkan pelaporan dan di dokumentasikan.
Monitoring
Monitoring dilakukan dalam rangka melihat perkembangan dan pencapaian, serta masalah dalam pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi bagi catin, hasil monitoring dapat dijadikan bahan acuan untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala dan berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Monitoring di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali. Hal-hal yang perlu dimonitor:
Peserta/Klien (keadaan dan minat, kehadiran, keaktifan peserta)
Sarana prasarana (tempat, fasilitas KIE)
Fasilitator (persiapan, penyampaian materi, penggunaan alat bantu, membangun keaktifan peserta )
Waktu (efektifitas)
Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk melihat keluaran dan dampak, baik positif maupun negatif dari pelaksanaan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin. Dari hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran guna melakukan perbaikan dan pengembangan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin selanjutnya. Evaluasi oleh pelaksana (petugas kesehatan) dilakukan pada setiap selesai pelayanan. Dinas Kesehatan Kabupaten/kota serta Dinas Kesehatan Provinsi dapat melakukan evaluasi bersama-sama misalnya 1 kali setahun.
PELAPORAN
Proses pelaksanaan kegiatan KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin dilaporkan oleh puskesmas setiap bulan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Pelaporan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin dijadikan sebagai dokumen, bahan informasi dan pembelajaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Isi laporan memuat:
Waktu pelaksanaan
Jumlah peserta (daftar hadir)
Fasilitator dan Narasumber
Proses pertemuan
Masalah dan hasil capaian pelaksanaan
Hasil Evaluasi
Pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang dari Puskesmas kedinas kesehatan kabupaten/kota kemudian ke dinas kesehatan provinsi untuk selanjutnya ke Kementerian Kesehatan. Pelaporan dibuat dalam bentuk laporan tahunan.
MEDIA
Leaflet
KRITERIA EVALUASI
Evaluasi Struktur
Melakukan perencanaa penyuluhan
Menyusun data yang diperlukan untuk penyuluhan
Peserta hadir di tempat penyuluhan
Pelaksanaan penyuluhan
Evaluasi Proses
Peserta kooperatif dengan materi penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
Peserta memahami persiapan pranikah dan apa saja pemeriksaan kesehatan yang harus dilakukan untuk pranikah
Evaluasi hasil
Ibu mengerti dan memahami tentang persiapan pranikah dan pemeriksaan kesehatan pranikah
Jumlah hadir dalam penyuluhan ……
Indikator Keberhasilan
Indikator Input
Adanya Petunjuk pelaksanaan KIE lembar balik kesehatan reproduksi dan seksual bagi
calon pengantin dan Buku KIA
Adanya petugas kesehatan sebagai fasilitator untuk KIE kesehatan reproduksi
dan seksual bagi calon pengantin
Tersedianya anggaran untuk KIE kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
Indikator Proses
Persentase calon pengantin yang mendapatkan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan KIE kesehatan reproduksi dan seksual
Persentase fasilitator yang melaksanakan KIE kesehatan reproduksi dan seksual
Persentase Puskesmas yang melaksanakan KIE kesehatan reproduksi
dan seksual bagi calon pengantin
Indikator Output
Seluruh calon pengantin mendapat KIE Kesehatan reproduksi dan seksual
TINJAUAN TEORI
Konsep Dasar Pendidikan Bagi Calon Pengantin
Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang kursus calon pengantin No. DJ.II/491 Tahun 2009 menyebutkan suscatin diselenggarakan dengan durasi 24 jam pelajaran yang meliputi :
Tatacara dan prosedur perkawinan selama 2 jam
Pengetahuan agama selama 5 jam
Peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga selama 4 jam
Hak dan kewajiban suami istri selama 5 jam
Kesehatan reproduksi selama 3 jam
Manajemen keluarga selama 3 jam
Psikologi perkawinan dan keluarga selama 2 jam.
Susunan materi tersebut cukup lengkap, walaupun belum ada materi terkait dengan parenting. Demikian pula waktu yang harus disediakan durasinya bisa 3 hari (satu hari 8 jam), sedikit memadai.
KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin
Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin dilakukan dengan menggunakan alat bantu/media KIE yaitu Lembar Balik Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin. Lembar balik tersebut diperuntukkan bagi petugas kesehatan. Informasi kesehatan reproduksi yang diberikan dalam lembar balik adalah:
persiapan pranikah
kesetaraan gender dalam pernikahan
keluarga berencana
kehamilan, pencegahan komplikasi, persalinan dan pasca salin
Infeksi Saluran Reproduksi, Infeksi Menular Seksual serta HIV dan AIDS, termasuk Pencegahan Penularan HIV-AIDS dari Ibu ke Anak (PPIA)
Informasi tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara
gangguan dalam kehidupan seksual suami istri dan mitos pada perkawinan.
MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI
Beberapa masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan perempuan, dibawah ini diuraikan masalah yang mungkin terjadi mada setiap siklus kehidupan.
Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anakanak. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
Masalah gender dan seksualitas
Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan remaja.Status dan peran perempuan. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual
Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks Komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.
Masalah Pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya.
Masalah Sekitar Teknologi
Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung). Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).Penapisan genetic (genetic screening). Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
Macam-Macam Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up)
Pemeriksaan kesehatan pranikah jenisnya bermacam-macam. Pemeriksaan disesuaikan dengan gejala tertentu yang dialami calon pasangan secara jujur berani dan objektif. Misalnya, pemeriksaan harus dilakukan lebih spesifik jika dalam keluarga didapati riwayat kesehatan yang kurang baik. Namun jika semuanya baik-baik saja, maka cukup melakukan pemeriksaan standar saja, yaitu cek darah dan urine.
Pemeriksaan hematologi rutin (darah) dan analisa hemoglobin
Pengecekan darah diperlukan khususnya untuk memastikan calon ibu tidak mengalami talasemia, infeksi pada darah dan sebagainya. Dalam pengalaman medis, kadangkala ditemukan gejala anti phospholipid syndrome (APS), yaitu suatu kelainan pada darah yang bisa mengakibatkan sulitnya menjaga kehamilan atau menyebabkan keguguran berulang. Jika ada kasus seperti itu, biasanya para dokter akan melakukan tindakan tertentu sebagai langkah, sehingga pada saat pengantin perempuan hamil dia dapat mempertahankan bayinya.
Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus
Rhesus berfungsi sama dengan sidik jari yaitu sebagai penentu. Setelah mengetahui golongan darah seseorang seperti A, B, AB, atau O rhesusnya juga ditentukan untuk mempermudah identifikasi (+ atau -). Rhesus adalah sebuah penggolongan atas ada atau tiadanya substansi antigen-D pada darah. Rhesus positif berarti ditemukan antigen-D dalam darah dan rhesus negatif berarti tidak ada antigen-D.
Umumnya, masyarakat Asia memiliki rhesus positif, sedangkan masyarakat Eropa ber-rhesus negatif. Terkadang, suami istri tidak tahu rhesus darah pasangannya, padahal perbedaan rhesus bisa memengaruhi kualitas keturunan. Jika seorang perempuan rhesus negatif menikah dengan laki-laki rhesus positif, janin bayi pertama mereka memiliki kemungkinan ber-rhesus negatif atau positif. Jika janin bayi memiliki rhesus negatif, tidak bermasalah. Tetapi, bila ber-rhesus positif, masalah mungkin timbul pada kehamilan berikutnya. Bila ternyata pada kehamilan kedua, janin yang dikandung ber-rhesus positif, hal ini bisa membahayakan. Antibodi anti-rhesus ibu dapat memasuki sel darah merah janin dan mengakibatkan kematian janin.
Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mengatahui adanya penyakit kencing manis (Diabetes Melitus) dan juga penyakit penyakit metabolik tertentu.21 Ibu hamil yang menderita diabetes tidak terkontrol dapat mengalami beberapa masalah seperti: janin yang tidak sempurna/cacat, hipertensi, hydramnions (meningkatnya cairan ketuban), meningkatkan resiko kelahiran prematur, serta macrosomia (bayi menerima kadar glukosa yang tinggi dari Ibu saat kehamilan sehingga janin tumbuh sangat besar).
Pemeriksaan HBsAG (Hepatitis B Surface Antigen)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi virus hepatitis B, diagnosis hepatitis B, screening pravaksinasi dan memantau clearence virus. Selain itu pemeriksaan ini juga bermanfaat jika ditemukan salah satu pasangan menderita hepatitis B maka dapat diambil langkah antisipasi dan pengobatan secepatnya.
Pemeriksaan VDLR (Venereal Disease Research Laboratory)
Pemeriksaan ini merupakan jenis pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan ada atau tidaknya infeksi penyakit herpes, klamidia, gonorea, hepatitis dan sifilis pada calon pasangan, sehingga bisa dengan segera menentukan terapi yang lebih tepat jika dinyatakan terjangkit penyakit tersebut. Selain itu pemeriksaan ini juga berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit yang bisa mempengaruhi kesehatan ibu hamil maupun janinnya.
Kasus yang paling banyak terjadi pada calon ibu khususnya di Indonesia dari hasil analisa data medis adalah terjangkitnya virus toksoplasma. Virus ini biasanya disebabkan seringnya mengkonsumsi daging yang kurang matang atau tersebar melalui kotoran atau bulu binatang peliharaan. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, dan herpes yaitu yang biasa disingkat dengan istilah pemeriksaan TORCH. Kelompok penyakit ini sering kali menyebabkan masalah pada ibu hamil (sering keguguran), bahkan infertilitas (ketidaksuburan), atau cacat bawaan pada anak.
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendiagnosis dan memantau kelainan ginjal atau saluran kemih selain itu bisa untuk mengetahui adanya penyakit metabolik atau sistemik. Penyakit infeksi saluran kemih saat kehamilan beresiko baik bagi Ibu dan bayi berupa kelahiran prematur, berat janin yang rendah dan resiko kematian saat persalinan.
Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi atau Infeksi Menular Seksual (ISR/IMS)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menghindari adanya penularan penyakit yang ditimbulkan akibat hubungan seksual, seperti sifilis (penyakit raja singa), gonore (gonorrhea, kencing nanah), Human Immunodeficiency Virus (HIV, penyebab AIDS).
Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002)
Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.
Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan hukum.
Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan.
Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi.
Hukumdan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas dan masalahreproduksi
Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi.
Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide.
Strategi Pelaksanaan Pendidikan Bagi Calon Pengantin
Berdasar pada permasalahan tersebut, perlu dirumuskan berbagai strategi pendidikan bagi calon pengantin, tidak hanya terbatas pada lembaga penyelenggaranya, akan tetapi juga memperluas lingkup dan cakupannya.
Butuh Keseriusan Pemerintah: Advokasi tiada Henti
Pemerintah mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan bagi calon pengantin. Persiapan fisik bagi calon pengantin akan mempengaruhi proses dalam menjalankan fungsi reproduksinya. Sebagaimana dikemukaan di atas, bahwa usia ideal menikah perempuan minimal usia 20 tahun, sedangkan laki-laki 25 tahun. Akan tetapi dalam aturan perundangan yang ada, yaitu UU No 1 tahun 1974 membolehkan perempuan menikah usia 16 tahun. Dalam UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa usia batasan usia anak 18 tahun. Dengan demikian, perlu terus diperjuangkan adanya perubahan usia menikah bagi perempuan dan laki-laki yang tercantum dalam UU tersebut. Berbagai gerakan telah dilakukan, termasuk diantaranya “Gerakan Nasional Stop Pernikahan pada Anak” yang pada tanggal 3 Oktober 2014 kerjasama KPP-PA, BKKBN, Plan Indonesia dan berbagai Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan, dilakukan seminar, diskusi, pengajian, dan sebagainya, akan tetapi kasus pernikahan usia anak masih tinggi di Indonesia karena peraturan yang ada, UU No 1 tahun 1974, masih berlaku. Butuh keseriusan pemerintah untuk merevisi UU tersebut, khususnya terkait dengan batas minimal usia perempuan menikah.
Pendidikan Informal (Peran Orang Tua)
Orang tua menjadi model bagi anaknya, termasuk dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang dibinanya. Pola asuh dan kehidupan dalam keluarga akan terekam dalam kehidupan anak. Apabila kehidupan yang dialami seseorang dalam keluarga bahagia, damai penuh kasih sayang maka ia akan berusaha mewujudkan kehidupan keluarganya kelak sebagaimana kehidupan orang tuanya saat kecil, Akan tetapi, bila kehidupan yang dilalui dalam suasana konflik, banyak masalah dan kurang kasih sayang, maka dua altenatif yang muncul. Pertama dia akan mengalami kehidupan yang sama dengan masa kecilnya, artinya meniru apa yang sudah dilakukan orang tua. Dia akan berprilaku bagaimana dia diperlakukan. Kedua, pengalaman pahit dalam kehidupan akan menjadi cambuk dan pelajaran berharga, sehingga dia tidak akan mengulangi pengalaman pahit dalam hidupnya. Oleh sebab itu orang tua berpengaruh terhadap kehidupan keluarga anaknya.
Orang tua hanya memeberi teladan, akan tetapi juga doktrin (ajaran) dan pemahaman terkait membangun keluarga yang sakinah mawadah wa rahma. Prinsip-prinsip hidup akan ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya. Demikan juga keterampilan hidup menjadi salah satu “materi” yang diberikan dalam kehidupan dalam keluarga, salah satunya dengan pembiasaan.
Tidak mudah mengubah pola asuh dan kebiasaan yang sudah terbina dalam keluarga, maka langkah awal yang paling strategis adalah melalui pendidikan bagi calon orang tua, dalam hal ini para calon pengantin. Sebelum melangsungkan ikrar (aqad ijab qobul) calon pengantin perlu diberikan pendidikan yang akan menjadi bekal dalam mengarungi rumah tangga yang akan dibinanya
Pendidikan Formal (Peran Sekolah/Perguruan Tinggi)
Terdapat dua cara untuk memasukkan materi pendidikan pra nikah: pertama menjadi satu mata pelajaran/mata kuliah yang berdiri sendiri. Mata kuliah yang terkait langsung dengan persiapan pra nikah adalah Psikologi Keluarga. Sementara untuk menjadi satu mata pelajaran khusus, perlu dipikirkan dan didiskusikan kembali. Belum menjadi perhatian dari para pemikir pendidikan Indonesia untuk memasukkan pendidikan dalam rangka membangun keluarga dalam satu mata pelajaran tersendiri. Kedua, dimasukkan (insert) dalam mata kuliah/pelajaran tertentu.
Pendidikan Non Formal (Peran Masyarakat)
Selama ini pendidikan bagi calon pengantin hanya dilaksanakan dalam bentuk pendidikan non formal, yaitu Kursus bagi Calon Pengantin SUSCATIN. Pelaksanaan SUSCATIN didominasi oleh KUA. Karena jalur non formal yang digunakan, maka istiulah yang digunakan adalah Kursus bagi Calon Pengantin (SUSCATIN). Istilah kursus, yaitu satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar. Kursus merupakan pendidikan nonformal, yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Memang, pendidikan luar sekolah memiliki keleluasaan jauh lebih besar dari pada pendidikan sekolah untuk secara cepat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah.
Menurut pasal 14 UU Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah, Kursus diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja, mencari nafkah dan/atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan istilah kursus tersebut diartikan bahwa hanya bagi orang yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri yang perlu kursus, tidak menjadi kewajiban untuk melaksanakannya.
Pendidikan bagi calon pengantin merupakan upaya untuk mempersiapkan individu yang akan melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang harmonis, bahagia lahir dan batin, melahirkan generasi yang berkualitas dan bermartabat.
Keharmonisan dalam rumah rumah tangga selalu menjadi dambaan bagi setiap calon pengantin. Namun selama mengarungi bahtera kehidupan tidak sedikit hambatan yang menghadang sehingga suasana harmonis tinggal angan-angan belaka. Oleh sebab itu perlu diberikan bekal bagaimana mewujudkan keharmonisan dalam keluarga dan tanggung jawab suami istri dalam keluarga. Dengan bekal yang memadai, diharapkan pasangan yang hendak menikah siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga, siap menghadapi masalah yang mungkin terjadi serta sudah siap dengan solusinya.
Bentuk pendidikan bagi calon pengantin, atau pendidikan pra nikah, bisa dimasukkan dalam pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha,S.2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Swadaya
Hidrah.2008.Deteksi Dini Kanker Payudara.Jakarta:Ganesha
Lusa. 2009. Pemeriksaan Payudara Sendiri. Diakses 08 November 2018 dari http://www.sobatsehat.com
Suryaningsih.2009.Metode Pelaksanaan SADARI.Jakarta: Bineka Cipta
No comments:
Post a Comment